Menurut Abu Anwar di dalam bukunya yang berjudul Ulumul Qur’an ada metode untuk menemukan naskh wa mansukh juga dapat ditemukan dengan cara-cara berikut yaitu:
A. Keterangan yang tegas dari nabi atau sahabat;
B. Kesepakatan antara umat tentang menentukan bahwa ayat ini yang nasakh dan ayat itu mansukh;
C. Mengetahui mana yang lebih dahulu dan mana yang kemudian dalam perspektif sejarah.
Dalam hal ini naskh tidak dapat juga ditentukan oleh seseorang dengan berdasarkan kehendaknya sendiri, dengan alasan naskh juga memiliki syarat-syarat yang tertentu, antara lain:
a. Hukum mansukh (yang dihapuskan) adalah hukum syariat;
b. Hukum yang terkandung di dalam nash an-nasikh yang bertentangan dengan hukum yang terkandung dalam nash al-mansukh, Nasakh yang tidak akan ada jika maknamaknanya itu tidak bertentangan;
c. Dalil al-mansukh harus muncul terlebih dahulu dari pada dalil an-nasikh;
d. Hukum al-mansukh harus menjadi hal-hal yang berhubungan dengan perintah, larangan, dan juga hukuman;
e. Hukum al-mansukh tidak terbatas pada waktu tertentu, tetapi harus diterapkan secara konsisten;
f. Hukum yang terdapat dalam nash al-mansukh ditetapkan sebelum adanya nash tersebut;
g. Status nash an-nasikh harus sama dengan status nash al-mansukh. Dari keterangan yang di atas bahwa pengetahuan tentang nasikh dan mansukh mempunyai fungsi dan manfaat besar bagi para ahli ilmu, terutama fuqaha, mufassir, dan ahli ushul, agar pengetahuan tentang hukum tidak salah paham, kacau atau kabur.
Pembagian Naskh wa Mansukh Beserta Contohnya
a. Nasakh al-Qur’an dengan al-Qur’an Sekelompok ulama bersepakat menyatakan bahwa al-Qur’an boleh di-naskh dengan al-Qur’an. Demikian juga kebolehan me-nasakh hadist mutawatir dengan hadist mutawatir dan hadist ahad dengan hadist ahad karena kesamaan tingkatan kekuatannya sebagai dalil syariat. Contoh naskh al-Qur’an dengan al-Qur’an adalah sebagai berikut;
1) QS. al-Anfal ayat 65 di-naskh oleh QS. al-Anfal ayat 66: ْن يَ ُك ِلۚ إِ ِقتَا ُم ْؤ ِمنِي َن َعلَى الْ ِ ُّي َحِ ر ِض الْ يُّ َها النَّب َ ْغِلبُوا ِ يَا أ ُرو َن يَ ِن ْن ۚ ِم ْن ُكْم ِع ْش ُرو َن َصاب ِمائَتَ ْي ُهو َن ْفقَ ْو ٌم ََل يَ ُه ْم قَ نَّ َ ِأ ُروا ب ِذي َن َكفَ لْفًا ِم َن الَّ َ ْغِلبُوا أ يَ َوإِ ْن يَ ُك ْن ِم ْن ُكْم ِمائَةٌ
Artinya: “Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mukmin untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan seribu dari pada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti”. (QS. al-Anfal ayat 65).
Ayat ini menunjukkan perbandingan 20 orang mukmin yang sabar dapat mengalahkan 200 orang kafir. Namun demikian, ayat ini di-naskh oleh QS. al-Anfal ayat 66 bahwa perbandingan 100 orang mukmin yang sabar dapat mengalahkan 200 orang kafir.
ن َ ع َف اَّلل ه ُ َّ ف َ خ َ اآلن ِن إ َ ِ و ن ي َ ت َ ِمائ وا ُ ِب ل غ َ ي ٌ ة ِرَ اب ص َ ٌ ة َ ِمائ م ُ ك ِمن ن ُ ك َ ي ِ ن إ َ ا ف ً ف ع ض َ م ُ ِفيك َّ ن َ أ َ ِ م ل َ ع َ و م ُ ك َ ين ِ ِر اب الص َّ َ ع َ م اَّلل ه ُ َ ِ و ِن اَّلل ه ذ ِ إ ِ ب ِ ن ي َ ف ْ ل َ وا أ ُ ِب ل غ َ ٌف ي ْ ل َ أ م ُ ك ِمن ن ُ ك َ ي
Artinya: “Sekarang Allah telah meringankan kepadamu dan dia telah mengetahui bahwa padamu ada kelemahan. Maka jika ada diantaramu seratus orang yang sabar, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang kafir; dan jika diantaramu ada seribu orang (yang sabar), niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ribu orang, dengan seizin Allah. Dan Allah besertaa orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Anfal ayat 66).
2) QS. a1-Baqarah ayat 115 di-naskh QS. al-Bqarah ayat l44:
هّٰللاِۗ اِ َّن َّم َو ْجهُ ثَ ْوا فَ َولُّ َما تُ ْينَ اَ َم ْغِر ُب فَ َم ْشِر ُق َوالْ ٌم ْ هّٰللاَ َوا ِس ٌع َع َوِهّلِلِ ال ِل ْي
Artinya: “Hanya milik Allah timur dan barat. Ke mana pun kamu menghadap, di sanalah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Mahaluas lagi Maha Mengetahui”. (QS. a1-Baqarah ayat 115).
QS. a1-Baqarah ayat 115 ini juga di-naskh oleh QS. al-Baqarah ayat l44 yang menegaskan tentang ketentuan menghadap Ka’bah (Qiblat) dalam shalat. ِ
جِد ا س َ م ْ ال رَ ط َ ش كَ َ ه ج َ و ِّ ل َ و َ اۖ ف َ ىه ر ض ٰ َ ت ً ة َ ل ِقب كَ َّ ن َ ي ِّ ل َ و ُ ن َ ل َ ف ِۚ ِء ۤ ا َ م السَّ ِ ن ف ِ كَ ه ج َ َب و ُّ ل َ ق َ ٰرى ت َ ن د َ ق ث ُ ي حَ َ ِمۗ و ا رَ حَ ْ ل ن ُ ا ك َ م ِ م ه ِّ ب َّ ر ِمن ُّ ق حَ ْ ال ُ ه َّ ن َ ا َ ن و ُ م َ ل ع َ ي َ َب ل ٰ ِكت ْ وا ال ُ ت و ُ ا َ ن ِذي ه ال َّ ِن ا َ ۗ و ٗ ه رَ ط َ ش م ُ ك َ ه و جُ ُ ا و و ُّ ل َ و َ ف م ُ ٍل ت ِف ا َ ِغ ب ا اَّلل ه ُ َ م َ ۗ و َ ن و ُ ل َ م ع َ ا ي َّ م َ ع
Artinya: “Sungguh, Kami melihat wajahmu (Nabi Muhammad) sering menengadah ke langit. Maka, pasti akan Kami palingkan engkau ke kiblat yang engkau sukai. Lalu, hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidilharam. Di mana pun kamu sekalian berada, hadapkanlah wajahmu ke arah itu. Sesungguhnya orangorang yang diberi kitab benar-benar mengetahui bahwa (pemindahan kiblat keMasjidilharam) itu adalah kebenaran dari Tuhan mereka. Allah tidak lengah terhadap apa yang mereka kerjakan”. (QS. al-Baqarah ayat l44).
No comments:
Post a Comment